Translate

Selasa, 03 Juli 2012

Hukum Di Masa Kini

Hukum bukan sesuatu yang independen. Hukum juga bukan suatu keputusan yang final dan otonom. Hukum pada dasarnya adalah produk dari pergesekan-pergesekan elit politik dan sangat diwarnai oleh kepentingan-kepentingan elit politik itu. Ketika hukum berhadapan dengan kepentingan politik, maka hukum sebenarnya tidak bisa bicara apa-apa. Sebaliknya, jika politik berhadapan dengan ekonomi, politik juga tidak bisa berbuat apa-apa. Di Indonesia, sejak rejim Orde Baru berkuasa, paradigma pembangunannya adalah pertumbuhan ekonomi. Sejak saat itu, seluruh potensi bangsa diarahkan kepada pertumbuhan ekonomi itu. Meskipun paradigma pertumbuhan itu sebenarnya bukan semata pilihan Indonesia, melainkan juga tak lepas dari intervensi bank dunia dan IMF. Nah, syarat pertumbuhan itu adalah adanya stabilitas politik dan keamanan. Maka sejak saat itulah hukum didudukkan bukan sebagai panglima pembangunan, melainkan sebagai pengabdi demi kemajuan ekonomi dan menyokong stabilitas. Saat ekonomi mendapat momentum strategis dalam pembangunan nasional, para industriawan dan ekonom mendapat perlakuan khusus dari negara, berupa pelunakan-pelunakan kebijaksanaan dan pelunakan tindakan hukum, yang orientasinya agar bisa menumbuhkan modal. Itulah awal tragedi hukum, awal hukum tidak bisa lagi bertindak adil. Karena hukum selalu memihak kepada kepentingan ekonom dan industriawan. Contohnya dalam kasus perburuhan, dari dulu undang-undangnya tidak berpihak kepada buruh, melainkan kepada pengusaha. Contoh lain undang-undang lingkungan, sejak dulu tidak bisa ditegakkan karena memang bersetuhan dengan modal. Untuk melakukan pembenahan dalam ranah hukum maka agar hukum bisa tegak kita harus kembali kepada prinsip UUD 45, yakni hukum harus sebagai panglima pembangunan. Hukum bukan lagi sebagai subordinat ekonomi seperti sekarang. Kalau kita ingin hukum sebagai panglima, berarti kita harus merombak paradigma pembangunan. Dan itu bukan pekerjaan kecil, apalagi dalam posisi seperti sekarang di mana Indonesia terjebak dalam utang luar negeri yang luar biasa besar. Kita tidak bisa lagi bicara keadilan dan kepastian hukum, jika konteks pembangunan masih terlalu berpihak kepada kepentingan ekonomi. Contohnya lagi dalam hal tanah. Jika tanah itu berkaitan dengan industri, kebijaksanaannya cepat sekali, tapi ketika terkait dengan hak-hak rakyat untuk memperoleh tanah, sangat lemah perlindungannya. Langkah-langkah itu: pertama, harus ada kemauan politik untuk membangun negara hukum. Sementara ini kemauan itu hanya berhenti dalam tulisan yang tercantum pada UUD, yang menyatakan Indonesia adalah negara hukum. Tidak terwujudkan dalam kebijakan-kebijakan pembangunan. Bila kemauan sudah ada, baru bisa diterjemahkan pada bidang-bidang yang lain. Sebenarnya belakangan ini kemauan itu sudah mulai ada, cuma masih sebatas kepada pernyataan. Kedua, kontrol masyarakat juga harus dibangun. Sehingga nanti kesadaran tingkat elit dengan kesadaran tingkat bawah bisa bertemu. Karena kalau tidak dipertemukan, sulit mencapai tegaknya hukum. Demikian sebuah tulisan yang muncul dari keprihatinan terhadap keadaan hukum di negara tercinta.

Senin, 02 Juli 2012

"SUDUT LAIN DARI TIMBANGAN" Mengapa timbangan menjadi lambang dari sebuah makna hukum? jawabannya tentu mudah bagi mereka yang menjadi mahasiswa hukum yaitu karena timbangan menggambarkan tentang "keadilan". selanjutnya, menurut mereka bahwa keadilan merupakan implikasi penegakan hukum di seluruh dunia. artinya, bahwa keadilan merupakan cerminan dari proses hukum yang memakai hati nurani dengan memandang semua orang sama kedudukannya di hadapan hukum. pada umumnya, kita sebagai mahasiswa hukum meyakini bahwa rasa keadilan dalam masyarakat merupakan hal yang paling penting dari proses penegakan hukum. keyakinan itu benar adanya, asalkan ditunjang oleh 3 elemen penting yang pernah diutarakan oleh Lawrence M.Friedman yaitu : 1) sistem , 2) struktur, dan 3) kultur atau budaya hukum. hukum dibuat untuk menciptakan keadilan seperti timbangan yang dibuat untuk selalu menimbang agar ukuran berat antara 2 sesuatu selalu sama. hal ini dimaksudkan agar hukum mampu menciptakan ketertiban manusia yang hidup dalam sebuah kelompok sosial ( social society ).Mencari keadilan adalah hal yang paling sulit didapatkan di negara kita saat ini. Dimana rasa keadilan itu sudah mulai seolah pudar dan punah dimata para penegak hukum kita sendiri, sehingga kita seakan-akan berada di suatu daerah yang sangat menakutkan dan tiada kepastian akan sebuah keadilan. Seperti yang kita ketahui, lambang keadilan adalah seseorang yang sedang memegang sebuah timbangan dengan kedua sisi piringan timbang tinggi sama rata dan seimbang, seseorang dengan mata yang tertutup oleh sebuah kain putih bersih. Bisa diartikan bahwa keadilan dan penegak keadilan itu tidak akan serta perlu melihat siapapun yang harus diadili, tetapi kedua objek yang menuntut keadilan adalah dengan kedudukan posisi yang seimbang tanpa ada yang lebih tinggi maupun rendah. Akan tetapi, pada saat ini kita dapat melihat hukum di negara kita ini seperti mengadopsi lambang tersebut, namun dengan makna yang berbeda. Para oknum penegak hukum telah memodifikasi apapun tentang hukum dan keadilan demi suatu kepentingan tertentu yang menghilangkan kesucian arti dari sebuah keadilan Para pejuang kita yang dahulu bersusah payah merebut dan mempertahankan kemerdekaan bangsa ini di pasti akan merasa sedih dan merasakan duka yang mendalam, sebab apa yang mereka perjuangkan dan pertahankan dulu seperti tersia-siakan. Padahal para pendahulu kita memasukkan arti sebuah keadilan dalam sebuah Undang-Undang Dasar Negara kita, agar kita akan selalu mengingat akan sebuah arti keadilan. Para penegak hukum kita pasti adalah orang-orang yang terdidik dan terpelajar, sebab tanpa melalui sebuah pendidikan tidak akan mungkin manusia-manusia tersebut bisa menjadi seorang penegak hukum. Dari pendidikan dasar kita sudah diajarkan arti moral, keadilan , etika dan bagaimana menjadi manusia yang adil dan beradap. Apalagi di sekolah-sekolah lanjutan yang pasti mengupas tentang hal tersebut diatas secara akurat dan terperinci. Namum apa yang ditanamkan pada diri dari oknum tersebut saat menimba ilmu selama bertahun-tahun rusak oleh karena sesuatu budaya yang buruk dan kebiasaan pada lingkungannya. Hukum di Negara ini dimata para penegak hukum seolah memang tertutup dengan timbangan yang seimbang antara kebaikan dan keburukan. Dalam arti “benar bisa jadi salah dan salah bisa jadi benar” kebalikan dari pengertian keadilan yang sesungguhnya. ada beberapa kisah dari masyakat kita yang mencari ataupun yang dicari oleh keadilan. kisah - kisah tersebut bila kita menyimaknya lebih dalam pasti akan membuat kita benci akan sebuah keadilan itu. kita akan melihat suatu kepura-puraan yang konyol, tak masuk logika dan sandiwara oleh para manusia yang dipercaya untuk menfasilitasi sebuah keadilan. ini adalah beberapa contoh dari kisah mencari dan dicari oleh keadilan itu : ( Pak Bujang mencari keadilan akan hak atas tanahnya ) Pak Bujang yang berumur 72 tahun adalah warga dusun D yang berprofesi sebagi petani dan telah tinggal dan menetap di dusunnya sejak dia lahir sampai dengan ia bermasalah dengan pengusaha ASG sehubungan dengan sengketa tanah diatas rumah yang ia tempati sejak dia lahir. beberapa waktu yang lalu sang pengusaha menyuruh beberapa oknum anak buah menjumpai pak bujang, dan meminta agar dia segera mengosongkan rumah dan tanahnya untuk dijadikan lokasi tambang, dengan memberikan ganti rugi yang tidak masuk akal alias terlalu rendah dari harga pasaran didaerah tersebut. tentu saja permintaan itu ditolak. namun tidak berapa bulan kemudian, beberapa orang suruhan dari si pengusaha datang kembali dan mengusir paksa pak bujang keluar dari lahan yang memang sudah bertahun-tahun miliknya. tentu saja pak bujang tak berdaya melawan orang suruhan sang pengusaha dan segera melapor ke kantor polisi terdekat. tapi yang lebih mengejutkan setelah melaporkan kejadian tersebut beberapa hari kemudian pak bujang dipanggil lagi kekantor polisi dimana ia melapor, namun bukan pembelaan yang ia dapat, tapi status sebagai tersangka penyerobot lahan orang lain alias lahan si pengusaha. kenapa ? karena tenyata si pengusaha ternyata memiliki sertifikat hak milik atas tanah pak bujang yang ia tidak tahu kapan ia pernah menjual lahannya kepada orang tersebut. beberapa sanak famili, tetangga dan perangkat RT/RW menjadi saksi yang meringankan pak bujang dengan beberapa bukti lisan dan tulisan namun. diakhir kisah ini pak bujang tetap dihukum oleh hakim sesuai dengan tuntutan jaksa selama 3 tahun penjara dan kehilangan hak atas tanah miliknya. ( Prita Mulyasari ditutut oleh RS OI ) seperti yang telah diketahui dari berbagi macam media masa, kisah prita adalah kisah yang sebenar-benar nya mencoreng rasa keadilan di negara kita ini. seorang pasien yang membuat keluhan lewat email kepada teman-teman tentang pelayanan kesehatan rumah sakit yang kurang baik menurutnya, telah menciptakan tuntutan pidana dan perdata oleh rumah sakit terhadap dirinya. kalau kita kembali lagi ke pendidikan dasar sewaktu kita belajar dulu seharusnya kasus ini tidak perlu sampai ke pengadilan. tetapi cukup di damaikan dan di selesaikan pada tingkat kepolisian saja. bukankah kita dulu diajarkan sikap saling tenggang rasa dan saling memaafkan satu sama lain, dan segala perbedaan pendapat dapat diselesaikan dengan jalan musyawarah mufakat. yang mengherankan dari kasus ini adalah orang yang menuntut dan mengurus tuntutan yang katanya membela kehormatan sebuah harga diri yang direndahkan adalah orang-orang yang berpendidikan tinggi yang akan lebih marah lagi jika kita menyebutnya mereka orang bodoh. di kasus ini lah kita dapat melihat oknum polisi, oknum jaksa, oknum pengacara dan oknum hakim memainkan peran nya sebagai pemain sandiwara seperti tontonan sinetron murahan yang jalan ceritanya tidak masuk logika dan akal sehat dan disuguhkan setiap hari kepada masyarakat. ternyata setelah melihat dua kasus tersebut diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan dari arti sebuah keadilan yang mungkin kita kurang jeli dan teliti dalam melihat sebuah lambang keadilan yang menjadi icon secara internasional tetapi ternyata sudah dipahami dan dijalankan para oknum perusak keadilan adalah sebagai berikut: 1.timbangan yang seimbang rupanya baik dan buruk sama saja dimata hukum 2.yang paling kita belum mengetahui tenyata, icon/ lambang keadilan itu bukan hanya buta tetapi juga ternyata ia tuli itu sebabnya ia tidak bisa mendengar. Sumber: http://id.shvoong.com/law-and-politics/contemporary-theory/2234355-arti-dari-sebuah-lambang-keadilan/#ixzz1zSlyGpMC